Berawal
dari bosan karena kerjaan di kantor sudah mulai memasuki low season, aku pun
mulai berencana untuk melakukan pembalasan dendam. Membalas dendam karena waktu
tiga bulan ku di awal tahun sudah ku dedikasikan hanya untuk pekerjaan
tercintaku :’)). Isenglah di Facebook, aku mencari-cari
komunitas yang suka traveling atau pencinta alam. Daaan… dengan
kekuatan radar yang diberikan dari Neptunus, *aaakkhhhhh* :P…. akhirnya ketemu
juga deh tuh komunitas, dengan judul Komunitas Traveller Indonesia.
*lalalalilili…lalalili*
Nah,
disini bejibun deh tuh segala macem penawaran open trip, tiket pesawat, sampe
perlengkapan travel dari orang-orang yang join komunitas ini. Maka dengan seru sambil angkat tangan dan mulai
melambai-lambai girang aku
mencari open trip yang paling pas dan cocok buat aku. Yang pertama pastinya
adalah tujuan wisata. Awalnya cuma mau cari wisata cantik :33 ajah yang gak
banyak habisin tenaga. Tapi, entah kenapa pas lagi scroll down, banyak juga
yang nawarin open trip naik gunung. Naik gunung?? Iyahhh betul naik gunung…
daaaaaan, gak tau kenapa aku jadi tertarik..
“Whaatt??? Lo mau naik gunung??? Yakin??? Capek lho..!! Ciyee…”, komentar salah satu temen. Temen gw satu ini rada gilaak emang, komentarnya gak jelas gitu, mengarah ke mencela, gak percaya atau memuji. T,T oke biarkan, skip…
Nah, akhirnya setelah membulatkan tekad dan
Udahlah lupakan temanya, yang penting aku mau melakukan sesuatu hal yang berbeda. Beda dari biasanya, karena
Naah, singkat cerita, tanggal 6 Mei 2016, berangkatlah aku ke Wonosobo via bus SinJay dari Terminal Kampung Rambutan jam 8 pagi dimana itu mundur 2 jam dari jadwal yang seharusnya. Zzzzzzz….. Oh ya, aku berangkat dari Jakarta bersama seorang teman yang mau ikutan setelah aku panas-panasin. Hahahahaha. Namanya, Hani. Eitsss, tunggu dulu, ini cowok! Gausah bingung, aku juga sama bingungnya kok. Katanya itu karena dia punya kembaran cewek, namanya Hana.. ^,^
Keesokan harinya, alias tanggal 7 Mei 2016, di depan terminal Mendolo kami di jemput jam 8 pagi oleh seorang guide yang bertugas menjadi leader di trip mendaki Prau ini dari tim Explore Dieng dengan mobil Elf putih. Tapi baru berangkat ke Dieng sekitar jam 10 lewat karena ada 2 orang traveller yang telat akibat macet. Total yang berangkat dari terminal Mendolo ada 6 orang termasuk aku. Selama perjalanan menuju Dieng, aku duduk di depan bersama
Pemandangan perjalanan Wonosobo - Dieng (1) |
Perjalanan
dari Wonosobo ke Dieng memakan waktu sekitar 1 jam. Selama itu pula kami
disuguhi pemandangan hijau nan asri sebagai pencuci mata yang gak ada
bandingannya dengan apapun. Memandanginya membuat beban hidup, pikiran, dan
lara hati bawaan dari Jakarta hilang untuk sejenak. ^,^ Jalur menuju Dieng juga
gak kalah seru karena dipenuhi dengan naik turun naik lagi turun lagi
belokan-belokan yang tajam pun bikin hati aku ngenes ngilu dan lumayan takut. Fobia akan
ketinggian dan sesuatu yang ekstrim muncul lagi. Sempat terbesit dipikiran, apa
bisa nanti menaklukkan Gunung Prau kalau baru begini aja udah mulai panik lagi.
Tapi berusaha aku singkirkan rasa takut itu dengan hunting foto pemandangan aja
bersama bocah sekolah samping aku. Hahaha.
Pemandangan perjalanan Wonosobo - Dieng (2) |
Sesampainya di
homestay di Dieng, kami bertemu dengan 4 orang teman yang juga akan bersama
kami mendaki Prau. Selain itu ada juga 1 keluarga yang baru turun dari Prau.
Mereka terdiri dari suami istri bersama 2 orang anak laik-lakinya yang kalau
aku tebak baru sekolah di tingkat SD dan SMP. Wow! Keluarga keren yah, bisa
mendaki bersama-sama itu rasanya pasti jadi liburan yang gak ada duanya. Mereka
ini sudah sering mendaki gunung bersama-sama, apalagi si Ibu, sudah hobi dari
jaman mudanya. Wow wow wow!! Aku juga amaze sama anak kecilnya yang kuat
mendaki Prau, dan masa iya sih
aku kalah sama anak kecil?? No way! ^,^ Dan sambil mendengarkan celotehan
anggota keluarga yang semuanya suka ngobrol ini, aku mulai membayangkan, seru
juga yah kalo nanti aku bisa punya keluarga kecil dengan hobi unik seperti ini.
Ku nobatkan mereka sebagai keluarga seru bin ajaib yang pertama kali aku temui.
*applause* :D:D:D
Trip Explore
Dieng ini dimulai kira-kira jam 2 sore, karena terkendala oleh hujan yang gak
berhenti-henti dari siang membuat acaranya ngaret banyak banget. Tapi sebelum
ngetrip, kami makan siang yang juga ngaret di salah satu rumah makan
disana, kalau gak salah ingat namanya Edelweis.
Makannya prasmanan gitu dan untuk rasanya so so lah ya.
![]() |
Sekilas rumah makan Edelweis |
Setelah puas mengisi cacing-cacing di perut, kami pun meluncur ke
tempat wisata Dieng yang pertama, yaitu Kawah Sikidang. Kawah ini masih aktif
mengeluarkan uap panas yang mengandung belerang sehingga untuk mengunjunginya,
wisatawan harus menggunakan masker agar tidak terganggu dengan bau belerangnya. Di pintu masuk kawah, sudah berjejer para penjual menawarkan masker, 10
ribu untuk 3 pasang.
Area depan wisata Sikidang |
Menurut legenda, kawah
ini terbentuk karena permintaan seorang putri cantik jelita nan rupawan bernama
Shinta Dewi kepada calon suaminya yaitu Pangeran Kidang Garungan (pangeran
dengan badan manusia dan berwajah kijang) untuk dibuatkan sumur sebagai sumber mata
air di sana. Shinta Dewi memberikan waktu 1 hari untuk pembuatan sumur dengan niatan agar Pangeran Kidang tidak dapat memenuhi persyaratan nikah
tersebut dan mereka batal menikah karena Shinta Dewi sebenarnya kecewa dengan
penampakan Sang Pangeran. Namun, Pangeran Kidang yang ternyata mempunyai kekuatan
sakti mandra guna ini mampu menyelesaikannya. Melihat hal itu Shinta Dewi tidak mau
tinggal diam, karena takut Pangeran dapat menyelesaikannya maka ia
memerintahkan para pengawal dan dayang-dayangnya untuk menimbuninya dengan
tanah. Pangeran yang sudah tertimbun tanah galiannya sendiri pun dengan
penuh amarah mengerahkan segala kesaktiaannya agar bisa keluar. Alhasil, sumur itu
meledak sehingga tanah berhamburan keluar dan lama-kelamaan menjadi kawah yang
diberi nama Kawah Sikidang.
Wisata Kawah Sikidang (1) |
Wisata Kawah Sikidang (2) |
Ada jasa sewa motor trail untuk yang mau rasain trek serunya di tanah Sikidang ini :D |
Kawah diatas ini keren
banget pemandangannya dan langsung saja kami sibuk ber-wefie. Tapi sayangnya
akibat hujan mulai turun kami tidak bisa lama-lama, karena takut tidak bisa mencapai 2
tempat wisata lainnya. Kira-kira kami hanya 15-20 menit disana, kemudian langsung
meluncur ke Telaga Warna. Tempat wisata ini sangat dekat lokasinya dengan Kawah
Sikidang, tidak sampai 5 menit naik mobil. Sayangnya, saat sampai di lokasi,
kami terjebak hujan besar sehingga tertahan di pintu masuk selama kurang
lebih 10-15 menit. Sambil menunggu hujan, kami tetap narsis! ^,^
Gagal paham dengan posenya Mas Ocid ini ^,^ |
Di Telaga Warna, kami
langsung foto-foto sebentar karena bener-bener deh alamnya kurang bersahabat,
hujan teruuusss… Tapi, untuk telaga ini sendiri
punya air yang berwarna-warni (saat disana warnanya sedang hijau), dilatar
belakangi oleh gunung, dan dihiasi oleh kabut. Ciptaan Tuhan mana lagi yang
bisa kau dustakan, nak?. :D Sayangnya kami kurang dapat foto yang memuaskan
karena memang cuaca yang tidak mendukung. Maapkeun yah X_X
Bukan salah modelnya tapi salahkan yang ambil foto T_T *maksa* |
Untuk legenda tentang Telaga
Warna ini terjadi saat seorang Ratu penguasa samudra luas sedang mandi di
Telaga Pengilon bersama putrinya yang cantik. Keduanya menyangkutkan pakaiannya
di pepohonan dan menikmati air Telaga Pengilon yang jernih, berkilau, tenang,
dan penuh kedamaian. Lalu, sekonyong-koyong datang angin kencang yang
menerbangkan pakaian Sang Ratu dan putrinya yang berwarna-warni dan terjatuh ke
bagian telaga yang lain. Sesaat air telaga itu berubah warna akibat terkena
lunturan pakaian keduanya, sehingga terciptalah Telaga Warna yang suka berubah
warna hijau, kuning, atau berwarna-warni seperti pelangi.
Kemudian, tempat wisata
terakhir yang kami kunjungi adalah Kompleks Candi Arjuna. Kompleks yang
ditemukan pada abad 18 ini memiliki luas 1 hektar dimana berdiri 4 candi yaitu
Candi Arjuna, Candi Puntadewa, Candi Sembrada, dan Candi Srikandi. Candi Arjuna
merupakan candi utama di kompleks ini yang juga diperkirakan sebagai candi tertua. Candi-candi tersebut dibangun oleh Dinasti Sanjaya dari
Mataram Kuno.
Pemandangan Kompleks Candi Arjuna (1) |
Pasangan cinlok ^,^ |
Kami yang pastinya langsung
mencari spot-spot bagus, seperti candi itu sendiri dan taman bunga-bunga untuk
menghiasi kamera hp kami tanpa sadar dari hidung dan mulut sudah keluar asap
efek super dinginnya disana bak di negeri Prancis. Hahahaha. Dan untuk kamu
yang berminat megunjungi wisata di Dieng, sangat diwajibkan menggunakan jaket
tebal ya kakak! ^,^
![]() |
Pemandangan Kompleks Candi Arjuna (2) |
Sok tegar, padahal tangan udah beku itu :P |
Setelah selesai hunting
foto-foto keren, selesailah wisata Dieng ini dan kami pun kembali ke homestay guna bersiap-siap untuk acara
utama dari open trip ini, yaitu mendaki Gunung Prau. :D:D:D Selesai menyiapkan
segala macam peralatan dan perlengkapan mendaki serta mengeluarkan
barang-barang yang tidak diperlukan saat diatas, kira-kira jam 20.30 kami pun
baru berangkat. Keterlambatan ini juga disebabkan hujan yang masih terus setia
turun, hiks T.T Fyi, jumlah anggota yang berangkat ada 6 orang cowok dan 4 orang
cewek yang dipandu oleh 3 orang tim Explore Dieng yang dipimpin oleh Mas Ocid,
yang 2 lagi aku lupa namanya :’)
Sayangnya, 1 cewek, Vera, gak
kuat untuk nanjak bahkan sebelum mencapai pos pendaftaran Prau. Ia mengalami
sesak napas dan kepala pusing sehingga keputusan terbaik adalah menghentikan
pendakian daripada nantinya hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Akhirnya
Vera pun dijemput oleh tim Explore Dieng yang lain sementara kami melanjutkan
perjalanan menuju pos pendaftaran.
![]() |
Vera yang sedang duduk berjaket merah (maap kalo cuma punggung yang keliatan :P) |
Sebetulnya pada saat
perjalanan dari homestay ke pos pendaftaran itu, aku pun merasakan sesak napas.
Apalagi ini kali pertamanya aku naik gunung. Meski sudah olahraga teratur tiap
malam selama 1 bulan sebelum berangkat, tetap saja aku kaget. Aku bisa
mendengar jelas suara tidak enak dari paru-paruku… hrooookk…hroooookk..
hrooookk.. mirip suara orang yang sedang tidur mendengkur, tapi ini sakit
banget. Karena lumayan juga jalanan yang dilalui untuk ke pos pendaftaran,
melewati perumahan warga yang salah satunya adalah menaiki tangga dengan jarak tinggi-tinggi.
Tapi sewaktu menunggu jemputan untuk Vera, aku berusaha mengatur napas.
Disarankan oleh salah satu teman untuk memakai salonpas dibatang hidung guna
menghangatkan hidung dan supaya tidak terkena flu. Aku pun mengikuti saran itu. Dengan perlahan napasku
sudah bisa teratur dan detak jantung pun sudah satu irama lagi. Selain itu,
aku juga diberikan 1 sachet madu hisap untuk perjalanan ke atas. Madu ini
berfungsi menghangatkan tubuh kita dan juga sebagai supply energi.
Diinget-inget ya guys, bawa madu sebagai teman hidup konsumsi wajib kamu selama
pendakian! ^,^
Sesampainya di pos
pendaftaran Gunung Prau, kami menunggu sebentar saat Mas Ocid mendaftarkan nama
kami. Selesai mendaftar, kita mesti kudu wajib harus berdoa dulu sesuai agama
dan kepercayaan masing-masing supaya bisa selamat sampai dengan Puncak serta
pada saat kembali turun. Maka berangkatlah kami dengan hanya tersisa 3 orang
cewek, sementara untuk cowoknya masih dengan komposisi yang sama.
Aku menikmati perjalanan ke
atas, sambil sesekali menyanyi-nyanyi kecil dan menghisap madu. Ada 3 pos dan 1
pos bayangan untuk mencapai puncak Prau. Jarak antara masing-masing pos
bervariasi mulai dari 800 meter sampai dengan 4 km kalau tidak salah ingat.
Tapi yang paling seru dari masing-masing pos ini adalah jalur pendakiannya itu
sendiri. Jalur tiap pos memiliki ciri khas sendiri-sendiri.
Jalur dari pos pendaftaran
ke pos bayangan 1 merupakan jalan setapak yang lumayan becek dan licin dimana
kanan kiri masih terhampar sawah yang luas. Jalur dari pos bayangan ke pos 1
sudah mulai menantang dengan tanjakan yang tinggi-tinggi. Untuk tanahnya
sendiri ada di beberapa spot yang becek namun masih aman untuk dilalui. Karena
kami sempat khawatir hujan yang terus-menerus mengguyur Dieng seharian bisa
menghambat pendakian kami. Aku pun memegang trekking pole dengan mantap dan ku
percayakan segala hidupku kepada dia karena kalau sampai itu patah, maka
bisa-bisa kelar hidupku. Astaghfirullah. T.T Sesampainya di pos 1 kami
istirahat sejenak kira-kira 5 menit untuk menyelaraskan kembali kaki-kaki yang kaget, apalagi aku >,<
Dari perjalanan seru ini
yang paling aku sukai adalah bagian saat menatap ke langit. Mata serasa dimanja dengan pemandangan bintang-bintang yang bertebaran di langit. Sumpah
itu pemandangan terkeren seumur hidup yang kali pertama aku lihat!! Rasanya aku
rela jika harus terdampar di hutan atau gunung asalkan aku bisa terus lihat
pemandangan indah seperti itu. *lebay mode on*. Bener-bener menyejukkan hati
dan memanjakan mata banget deh! Maklum berhubung di Jakarta gak pernah lihat
beginian, jadi norak abis! Hahahahaha >,<”
Selanjutnya, dari pos 1 ke
pos 2 jalurnya pun tidak beda jauh dengan jalur sebelumnya, namun yang berbeda
ada banyaknya akar-akar pohon yang keluar dari tanah. Mesti hati-hati dalam
melangkah karena banyak dari kami yang sering tersangkut kakinya karena akar-akar yang
bervariasi ukurannya, termasuk aku. Nah lucunya, khusus jalur ini memiliki nama
yang disebut akar cinta. Eyaaaaa…… ternyata akar cinta itu selain unik karena
akar-akarnya yang ngintip-ngintip dari bawah tanah tapi juga bisa menjatuhkan hati
eneng kita yang gak hati-hati dalam melangkah. Maka, sangat penting untuk
berhati-hati dalam mengambil keputusan agar tidak salah langkah jatuh disini yaa...
![]() |
Ngaso di pos 2 :D |
Karena leader dari Explore
Dieng, alias Mas Ocid, selalu berpesan bahwa ini pendakian santai, maka kalau ada
yang lelah wajib bilang supaya semuanya break sejenak, jadi kami pun lumayan sering beristirahat.
Istirahat 1 menit itu juga berharga banget loh dalam pendakian yang sulit ini.
Hahahaha. Nah, setelah berhasil melalui akar cinta yang panjang dimana artinya
kami sampai di pos 2, disini lah titik awal perjuangan kami yang paling berat
dari jalur-jalur yang sudah kami lewati sebelumnya. Jalur pos 2 ke pos 3 ini
sangatlah ekstrim. Apa yang kami takutkan perkara hujan seharian di Dieng ini
pun terjadi. Trek yang kami lalui benar-benar top kacaunya. Tanahnya licin,
becek, dan guess what? Yap! Betul! Kanan kiri udah jurang boookkk… >,<
Kamu salah langkah dikit ajah, bisa kepeleset lalu jatuh ke jurang dan tinggal
nama deh pulang ke rumah. Hiks! Gak mau kan kayak gitu? Jadi bener-bener deh
buat kamu yang niatnya gaya-gayaan doang mau naik gunung mending ke laut ajah.
Di gunung bukan tempat gaya-gayaan. Kamu mesti punya hati yang tulus, pikiran
yang jernih, badan yang tegap, dan kaki yang kuat untuk bisa melewati medan pendakian
yang bisa berubah-ubah setiap saat tergantung cuaca dan alam. Karena untuk
mencapai sesuatu yang indah itu gak gampang dan kalau kamu mau mencapainya, maka seriuslah dalam mempersiapkan segala hal dengan baik dan terencana.
*tiba-tiba sok bijak gini sih?*
Seperti yang sudah aku sebut diatas,
jalur menuju pos 3 ini merupakan jalur terberat dari keseluruhan pendakian.
Banyak dari kami yang tumbang selama disana, terutama yang cewek-cewek. Tapi
alhamdulillah sekali lagi, aku jadi satu-satunya cewek yang gak jatoh selama
pendakian ini…. Karena aku punya trekking pole. Nah, saran untuk teman-teman
cewek yang mau mendaki, ada baiknya bawa trekking pole deh terutama untuk
pemula seperti aku. Karena betul-betul membantu kamu berpijak serta mengambil
keputusan tanah mana yang mau kamu injak.
Kami berjalan dan menanjak
pelan sekali di jalur ini. Karena selain kondisi yang gelap, tanah licin, serta
banyaknya peserta yang jatuh membuat kami harus benar-benar sabar, teliti,
kerjasama, dan saling membantu. Sepanjang perjalanan ada 1 teman kami, Bang boy
namanya, yang tidak membawa senter. Awalnya tidak terlalu masalah karena masih
ada sumber penerangan dari cahaya bulan. Tapi, karena medan sekarang ini berat
banget, maka cahaya senter sangat-sangat dibutuhkan apalagi jika mengingat temen
kami ini punya berat badan yang mirip Hulk versi Indonesia. Hahahahaha. *peace
Bang Boy*
Jadi selama perjalanan ini kami diiringi soundtrack yang berasal dari Bang Boy. Yang pertama, “yang di depan senterin dunk!”. Dan yang kedua, “dorongin dunk!”. HAHAHAHAHA *capslock jebol*
Yah, jadi kami yang ada di depan pasti akan balik badan untuk senterin Bang Boy supaya gak jatoh. Tapi, ada saat aku posisinya dibelakang Bang Boy. Aku yang memang membawa senter mau berusaha nolongin Bang Boy dengan nyenterin jalan dia dari belakang punggungnya. Namun apa daya, badan ku yang tidak ada apa-apanya gak nyampe untuk nyenterin dia dari belakang. Jadinya lucu sendiri kalo lagi inget itu, mau niat nolongin tapi terhambat postur badan dua-duanya. Wkwkwkwk. Sampai sekarang pun, dua kicauan Bang Boy itu tetap jadi bulan-bulanan kami di group chatting whatsapp. Dan itu jadi bagian cerita dari perjalanan ini yang gak bakal bisa dilupain. XOXO.
Jadi selama perjalanan ini kami diiringi soundtrack yang berasal dari Bang Boy. Yang pertama, “yang di depan senterin dunk!”. Dan yang kedua, “dorongin dunk!”. HAHAHAHAHA *capslock jebol*
Yah, jadi kami yang ada di depan pasti akan balik badan untuk senterin Bang Boy supaya gak jatoh. Tapi, ada saat aku posisinya dibelakang Bang Boy. Aku yang memang membawa senter mau berusaha nolongin Bang Boy dengan nyenterin jalan dia dari belakang punggungnya. Namun apa daya, badan ku yang tidak ada apa-apanya gak nyampe untuk nyenterin dia dari belakang. Jadinya lucu sendiri kalo lagi inget itu, mau niat nolongin tapi terhambat postur badan dua-duanya. Wkwkwkwk. Sampai sekarang pun, dua kicauan Bang Boy itu tetap jadi bulan-bulanan kami di group chatting whatsapp. Dan itu jadi bagian cerita dari perjalanan ini yang gak bakal bisa dilupain. XOXO.
Setelah melalui cobaan
begitu berat di medan, akhirnya kami sampai juga di pos 3. Istiharat disini
yang paling lama. Aku duduk di atas batu sambil mengatur napas, memasang koyo
di punggung serta mengganti koyo yang di hidung karena sudah gak terasa panas
lagi. Semua sudah mulai kelelahan. Mas Ocid pun sempat bilang bahwa trek menuju
pos 3 tadi merupakan yang ter-ekstrim selama iamendaki Prau. Ia juga menyebut
sangat bahaya sekali jalurnya, jika tidak hati-hati bisa saja tergelincir
ke jurang. Dan kami pun mengiyakan pernyataan Mas Ocid. Kalau juru dakinya aja
udah bilang ekstrim apa lagi aku yang baru kali pertama naik gunung. :’(
Menurut Mas Ocid, bukan
karena faktor hujan saja yang mengguyur Dieng seharian tadi, tapi juga
dipengaruhi oleh meningkatnya jumlah pendaki yang datang ke Prau di saat long
weekend ini. Hal itu membuat tanah semakin lunak sehingga menjadi kombinasi
ekstrim yang pas ketika hujan datang selama hampir sehari penuh.
Dan memang benar selama
pendakian, tidak hanya tim kami yang mendaki, tapi juga banyak dari berbagai
komunitas lainnya. Sesekali jika bertemu mereka saat sedang istirahat atau
sebaliknya, kami saling bertegur sapa untuk sekedar bilang “permisi Bang,
duluan ya Bang”. Dan aku menyimpulkan, menjadi pendaki gunung itu selain mesti
punya kesabaran ekstra juga ramah-ramah yah! :D Terlepas dari kenyataan bahwa
memang negara kita terkenal dengan orang-orangnya yang ramah-ramah. *mata
bling-bling*. Wkwkwkwk.
10 menit kemudian kami pun
melanjutkan perjalanan menuju Puncak Prau. Yeay!!! Jalurnya tidak separah yang
sebelumnya. Hanya di beberapa spot yang tanahnya basah, namun untuk jalannya
sendiri sudah mulai landai sehingga sudah tidak menyulitkan kami. Angin disini
sudah mulai kencang. Daaaaannnn di suatu titik teratas 2565 mdpl nya Prau, kami
pun sampaaaiiii….. *mata berbinar-binar*
![]() |
Suasana memasang tenda di Puncak Prau >,< |
Dan aku rasanya ingin sujud
syukur ketika sampai disana, ah! Sayangnya gak aku lakukan. Instead of I
screamed at full speed! Kalah balapan motor liar juga! Disitu aku bener-bener
syok, masih gak percaya aku bisa mencapai Puncak Prau bercampur dengan rasa
senang, syukur, bahagia, takjub. Udah deh segala macem.. ^.^ Berkali-kali aku
mengucapkan dzikir dan berterima kasih kepada Allah SWT atas izinnya untuk
melihat pemadangan indah ini. Air mata udah menetes cuma karena malu langsung
aku alihkan dengan berkali-kali teriak. :P :D
Udara di atas puncak Prau
super super super dingin, ditambah angin kencang yang bikin badan merinding
meski udah pakai jaket anti wind. Pas lihat arloji, waktu menunjukkan pukul
01.30 pagi. Pantes aja! >,< Tapi, aku mengabaikan waktu tersebut. Aku
sambil mengucap syukur masih memandangi kabut, awan dibawah puncak Prau, dan
lampu-lampu dikejauhan sana. Dalam hati mengucap, “Hi there, I’m here, how are
you?” ditujukan kepada siapapun diluar sana. ^,^
“Yuk, cari tempat di bawah
sana untuk buat tenda karena disini terlalu dingin”, teriak Mas Ocid. Memang
anginnya super kenceng dan tapi masih ada saja yang berani buka tenda di atas
puncak. Terlihat beberapa tenda sudah berdiri di sini. Kami pun
beramai-ramai dengan badan yang sudah menggigil menuruni puncak ke arah bukit-bukit
mirip bukit teletubbies. Setelah menemukan tempat yang cocok, segeralah
laki-laki ketjee di tim kami dengan cepat membuat 4 tenda. 3 tenda untuk para laki-laki
sementara 1 tenda untuk para perempuan.
Selesai membuat tenda, Mas
Ocid langsung mengeluarkan keahlian ia yang selanjutnya, yaitu memasak di atas puncak gunung. *clap clap clap* karena setelah mendaki hampir 4 jam lebih, kami
benar-benar kelaparan. Dengan sabar dan menahan dingin, Mas Ocid cukup telaten (hahahaha) membuat
martabak mie dengan bahan-bahan yang tiada lain tiada bukan adalah mie dan
telor saja. Sambil membuat martabak, sudah pasti kopi dan teh pun wajib dibuat
untuk menghangatkan badan. Meskipun itu kopi kalo gak langsung diseruput
dijamin langsung diselimuti angin malam nan dinginnya Prau alias berubah jadi es
kopi.
Sumpah lho, makan nasi yang sudah dibawa dari Dieng
dengan lauknya martabak mie, rasanya mmmmmm... yummyyy! Aku sangat menikmati makanan yang begitu sederhana
terlihat tapi jadi berasa istimewa ditengah kelaparan dan kedinginannya Prau.
Ini kali pertama untuk aku makan ditengah alam terbuka, disuguhi pemandangan
alam yang gak ada duanya. Makan malam di restoran mahal di Jakarta gak bisa
dijadikan bandingannya dengan makan malam bersama alam. Menikmati lautan
bintang di langit, diselimuti udara dingin Prau ala-ala Prancis, dan semua itu
bisa aku rasakan unlimited free. Rasanya capek mendaki gunung tadi terbayar
disini, sampai tumpeh-tumpeh malah. :D
Diambil dari salah satu hp teman dengan model manual dan atur ISO :* |
Sekitar jam 5 pagi, dengan
mata ngantuk dan udara yang bikin badan menggigil banget karena dinginnya yang
gak bisa ditoleransi, aku bersama beberapa teman beranjak keluar dari sleeping
bag. Keluar dari tenda, langsung saja anginnya, wussssshhhh….. sensasinya gak
ada dua nya memang Prau ini. Kami pun mencari view yang bagus untuk mendapatkan
apalagi kalo bukan golden sunrise nya Prau. Dan itu keren banget! Udah deh gak ada
lagi yang bisa bikin aku terpukau-pukau melihat lukisan Tuhan tersebut.
Golden sunrise Prau.. |
Bukit teletubbies Prau :* |
Diatas awan.. |
Begitulah sekilas pengalaman
2 hari ku berwisata di Dieng dan mendaki Gunung Prau. Untuk teman-teman yang
berniat kesana, bisa tanya-tanya dengan tinggalkan comment di bawah yah. Atau
bagi yang ingin menambahkan juga boleh. Hehehe. See you on the next tracesme
:*:*:*
Sumber:
http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/264-legenda-kawah-sikidang#
http://legendadieng.blogspot.co.id/2014/02/legenda-telaga-warna-telaga-pengilon.html
http://www.indonesiakaya.com/kanal/detail/kompleks-candi-arjuna-kompleks-candi-terbesar-di-dienghttp://legendadieng.blogspot.co.id/2014/02/legenda-telaga-warna-telaga-pengilon.html
waw kereeen, ga nyangka yaa , cerita naik gunung itu kalu jadi tulisan bisa perpuluh puluh paragraf kalo di critain, ada suka duka yang penuh perjuangan. Salut bgt buat tulisannya,rapi enak di baca, meski panjang tp bisa saling koheren, dokumentasinya jg okeee. Jadi pengen deh ga cuman baca,tp bisa ikutan trip nya. ajakin dong,, please...hahahaha.
BalasHapusMakasih banyak Deny :) memang kebetulan saya cerewet berakibat tulisannya jadi banyak. Hahaha. Next blog akan aku ringkas lagi supaya pembaca gak bosen yah.
HapusAnyway ditunggu aja yah open trip naik gunung sesungguhnya! Masalah panggilan alam kita serahkan ke alam aja. Hahaha
senang bisa jadi bagian dari perjalanan seru kamu...bener2 tidak akan bisa dilupakan deh,best trekking best view with best people...semoga bisa trekking bareng lagi ya...btw keep blogging keep writinf keren tulisanya detail...jelas ekspresif dan kocak juga hehehe ingatan mu kuat juga ya din....
BalasHapusMakasiih sist Dita :*
HapusTrip pertama ku yang paling keren ini karena peran semua tim. Makasih dukungannya, aku bakal semangat nulis trus. Kamu jg ayok lanjutkan menambah deretan tulisan di blogmu yang keren abissss :D
yang belakang senterin dunkzzz :P hhahaha
BalasHapusMau disenterin apa emang Mas Ocid? Hahaha :D
Hapusemang keren Prau,,saya aj ampe bbrapa kli kesana,,, ceritanya juga seru dan lucu,,,��������,,,sukses trus buat mba Diana dan smoga berlanjut tulisannya
BalasHapusAkkkhhh Maaassss Andiiii makasiih yaaa.. Alhamdulillah kalau Mas Andi bisa enjoy bacanya meski panjang yaah.. Amiiin. Ditunggu yaa cerita tentang Pahawang nya :)
HapusKeren euy..
BalasHapusEnak dibacanya, mudah dimengerti ( dikira bahan ujian apa yak 😂 )
Lanjutkan mbak diana, masih banyak keindahan indonesia lainnya yg menunggu untuk di eksplor👍
Makasiiiih Mas Dany.... siapp.. jadi makin semangat deh eksplor Indonesia terus dan menuangkannya ke tulisan supaya pembaca merasa ikutan jalan-jalan bareng aku... :D:D
Hapusandai bisa ikut mba diana..
BalasHapuskenapa ga dari dl aja haha
Hahaha. Yg penting kan sekarang sudah dilakukan :) jangan pernah liat ke belakang kalo mau maju nanti kesandung :P
HapusItu Dieng,.. kota di atas awan.
BalasHapuswow banget pokoknya.
Apalg sambil ngobrol sama temen, se sloki penghangat badan, sambil nikmatin hening sama sejuknya.
Selamat, karena sdh ke dieng. :D
Terima kasih Kakak Anonymous sudah mau membaca ini. Still secret well even if you're on my blog yah. :D
HapusHehehe maaf baru bisa nyempetin baca... ok... tulisannya ok... mengalir jernih serasa ikut terbawa suasana....
BalasHapusPertama kali ahh... engga kali ya.... itu gearnya lengkap banget... wkwkwk, ini firman yak
Mantap Pak! Makasih banyak loh Pak Firman uda nyempetin baca tulisan saya. Hehehe.
HapusYihiii.. Jadi kangen sama prau. Lengkap dan detail, pokoknya ngerasa ikut jalan bareng sama Mbak Diana. Ditunggu cerita di gunung selanjutnya, semoga tak kena PHP.
BalasHapusYeay!!! Makasih Eris sudah mau baca... habis ini aku mau posting pendakian ke Ceremai. hehehe.
Hapus