Membuat rencana itu hal
yang paling aku sukai. Mengaturnya se-perfect mungkin dari jauh-jauh hari.
Mungkin juga karena basicnya aku anak
accounting, jadinya sudah terbiasa rapi *cieeee pengen banget yang lain tahu
tuh* :P
Jadi, wajar dong untuk
perjalanan terjauh yang pertama ini sudah aku atur sedemikian rupa dari hampir
2 bulan sebelum tanggal 26 Mei 2016. Mulai dari cari (masih) open trip, tiket
PP Jakarta-Malang, izin cuti 2 hari ke boss yang bikin senam jantung tralala-trilili,
sampai ke melengkapi perlengkapan hiking
dong. Pengen tau gak aku ke Malang mau kemana? Mau yah? Please *maksa mode on*
Jawabannya adalah mau mendaki ke puncak Semeru!
Hmmm… Yaps aku tau
kalian pasti sekarang lagi heran kenapa bisa gak nyambung sama judul tulisan di
atas *dan mungkin sebagian sudah scroll up lagi buat mastiin judulnya*. Gak kok
judulnya gak salah yang salah dia. Ini semua karena ketika aku sampai di
mepo Stasiun Malang hari Kamis,
sungguh sedih nian kepalang, dikabarin sama guide
tour-nya, Semeru masih ditutup! Mendengar itu kebayanglah sama kalian
betapa sungguh sedih merana hancurnya hati ini melebih-lebihi diputusin pacar!
Ups! Ketauan kan jomblo akut? Bukaaan!! Hanya masih mempertahankan kejombloanku
ini untuk suatu saat aku relakan demi seseorang yang tepat dan berkualitas.
*ehem*
 |
Salah satu sungai di Malang |
Intinya gimana gak
kacau perasaan ini mendapatkan Semeru tidak boleh disentuh sampai dengan 4 hari
ke depan. Perjalanan sepanjang 869 km yang ku tempuh selama 12 jam di mana hati
begitu riang *senyum-senyum sendiri mirip orang stress* selama di kereta api,
yang kemudian dalam sekejap dibuat breeeekkk ditumbuk pake palu guedeeee banget
dan bye!
 |
Kali pertama naik kereta api sendirian ^^ |
Kenapa Semeru ditutup?
Gak lain dan gak bukan karena pasca 2 orang pendaki yang hilang baru saja
ditemukan 2 hari sebelum tanggal aku naik Semeru. Tim SAR-nya capek! Katanya
karena mereka juga manusia yang butuh istirahat. Laaaaaaah Pak, saya juga
manusia? Gak boleh apa bahagia dikit bisa muncak
ke Semeru? Sudah dari 2 bulan yang lalu lho Pak direncanain, lalu batal begitu
aja? Kalau rumah saya deket tinggal salto ke Semeru sih bisa kapan aja deh
nanjak. Nah ini???? >.< Maap ya masih suka kebawa emosi.
 |
Kereta api Matarmaja dan Stasiun Malang |
Akhirnya setelah
melalui perbincangan yang panjang dan masih dengan nada kecewa, aku memutuskan
mengganti destinasi pendakian. Dipandu oleh guide tour, kenalin nickname-nya
Doni Tepozz (aslinya Romadhoni kalau gak salah inget, haha) dari Random Adventure, kami mengubah
destinasi dari Semeru ke Gunung Butak. Kenapa Gunung Butak? Kenapa gak Bromo
aja? Salah satu wisata terkenalnya Malang. Jawabannya karena ke Bromo bukanlah
naik gunung yang sebenarnya. Bisa ditempuh pake mobil jeep kan? Aku mau yang
betul-betul hiking *gayaaaa padahal nangis-nangis
pas turun dari Butak* Wkwkwk.
 |
For the first time: Nasi Rawon Malang |
Coban Pelangi
Kami mendaki Butak baru
hari Jumat. Sementara di hari Kamis, aku bersama teman-teman baru di trip ini
jalan-jalan ke wisata air terjun Coban Pelangi dan kemudian mengantarkan 4
orang yang mau mendaki Bromo. Bersama Mas Doni, Mas Wery, Ica, Mas Afif dan
istrinya (maaf lupa namanya :*), serta dua orang bule Prancis dan Australia,
yaitu Aruna dan Mark, kami melenggang menuju Coban Pelangi.
 |
Di atas Jeep |
Meski kami melakukan
perjalanan di siang hari tapi cuacanya mendung, kontras banget kalau
dibandingin dengan di Jakarta yang mataharinya pasti sedang terik-teriknya saat
itu. Kami berangkat dengan meggunakan jeep berwarna kuning nyentrik, berdiri di
belakang mirip iring-iringan keluarga pengantin laki-laki yang mau seserahan ke
rumah keluarga pengantin wanita. Kok nyambungnya ke situ yah? Hahaha
Meliuk-liuk,
menanjak-nanjak, tikungan tajam, angin kencang dan udara dingin menambah
keseruan perjalanan ini. Lupa deh perasaan kecewa gagal ke Semeru. Seperti
biasa gak lupa dong kita wefie
apalagi mumpung ada bule di sini. Fyi, Aruna dan Mark dari Wild Ventures yang memang kerjaannya cuma jalan-jalan doang.
Bagaikan musang, mereka loncat dari satu tempat wisata ke wisata lainnya. Kalau
tidak salah ingat mereka melakukan traveling panjang sampai dengan tanggal 9
Juni 2016. Wow! Enak yah. Mereka itu pendaki advance lho! Sudah naikin Mount
Everest kok! Ku nobatkan mereka sebagai traveler sejati! Kece
badaaaiiii. ^,^
Untuk mencapai air
terjunnya Coban Pelangi, kami harus jalan kaki selama kurang lebih 10-15 menit
dari pintu masuk pembelian karcis. Jalanannya menurun-nurun dan lumayan curam serta
ditambah agak licin. Tanah dan bebatuannya basah bukan karena habis hujan,
melainkan embun. Selama perjalanan ke air terjun, aku banyak menjumpai beberapa
anak-anak remaja kira-kira duduk di bangku SMP-SMA yang punya tujuan yang sama
seperti kami. Aku pun membathin, “Oooh, jadi mereka hiburannya ke air terjun
yah? Enak banget, biayanya murah, mata dimanja yang hijau-hijau dan udaranya
pun sehat.” Coba kalau anak-anak di Jakarta? Ke mall kan? Buang-buang duit buat
makan di tempat kece, shopping,
nonton band, atau yang sejenisnya. Hahaha. Untung aku punya life balance sekarang. :P
 |
Perjalanan menuju air terjun Coban Pelangi |
Air terjunnya bener-bener
tinggi banget. Dari jarak 10 meter aja, kami sudah bisa merasakan cipratan air
terjun. Tadinya mau bener-bener mendekati air terjunnya, tapi karena takut
basah dan tidak bawa baju ganti (semua barang-barang ditinggal di homestay), akhirnya kami hanya
berfoto-foto di posisi yang tetap keren dong :P
 |
Formasi: Mark, Afif, Aruna, Doni, Istri Mas Afif, Diana, Ica |
Di sana kami menikmati
hempasan angin dari air terjun, pemandangan hijau nan sejuk, dan udara bebas
CO2 sambil makan siang. Sebelum berangkat kami sempat mampir ke rumah makan
dulu. Rasanyaaa… Mmmmm… Kapan lagi loh bisa makan siang di alam seperti ini.
Sayang aku lupa mendokumentasikan momen precious ini. >.< Tapi tetap
jelas tersimpan di memoriku kok. *tjjiiieeeeelaaah*
Setelah memuaskan
cacing-cacing di perut, kami pun kembali ke jeep untuk selanjutnya mengantarkan
4 orang yang akan menanjak ke Bromo. Mereka adalah, Mas Afif dengan istrinya
dan dua orang si bule. Sebelum ke pos pendaftaran pendakian Gunung Bromo, kami
berfoto-foto ria dulu di satu spot yang bagus di mana savanah nya Bromo
terhampar luas dan jelas sekali terlihat. Mereka sempat menggoyahkan
pendirianku untuk mendakinya. Huuufffftt… Sumpah deh, cantik banget
lekukan-lekukan Gunung Bromo, gemesh-gemesh gimana gitu. ^^
 |
Menikmati lekukan cantik Bromo |
Sumpah udara di sana
dingin banget, mirip sama dinginnya Dieng. Adanya abang bakso malang yang
mangkal di dekat spot kami hunting foto, bikin aku gak tega kalau gak beli
*eyaaaaa* bohong ding! Itu karena aku kedinginan banget dan kalian tahu kan
kalau dingin berdampak pada kita akan mudah sekali lapar. Well, aku yang
pertama kali menjadi pelopor menghampiri si abang dan memesan semangkuk bakso
darinya. Kapan lagi kan bisa makan bakso malang langsung di kota asalnya sambil
ditemenin sama view Bromo yang gak
ada duanya di dunia ini. Ahaaayy… Dan yang lain pun segera ikut mengerubungi si
abang bakso. Kan apa aku bilang?? Aku selalu sukses untuk jadi trendsetter :P
 |
Bakso Malang langsung dari Gunung Bromo :P |
 |
Tetap bahagia meski cuma sampai gapura selamat datang Semeru ajah X_X |
Puas dengan bakso, kami
pun menuju pos pendaftaran pendakian Gunung Bromo. Setelah selesai semua
urusan administrasi, berpamitan dengan tim yang mendaki Bromo, kami pun kembali
ke homestay di daerah bernama Tumpang. Malam harinya, bersama Mas Doni dan Ica,
kami berencana ingin membeli logistik di pasar untuk ke Gunung Butak esok hari.
Tapi karena kemalaman, akhirnya hanya menemani aku yang beli bantal leher dan gaiters. Hahaha. Soalnya selama di
kereta, posisinya betul-betul gak enak banget untuk tidur ditambah saat pulang
ke Jakarta nanti posisinya aku akan sangat kelelahan setelah mendaki. Sementara
Ica membeli buff.
Fyi, kami bolak balik
pasar-homestay jalan kaki loh,
padahal ada angkot. Kira-kira 10 menit sekali tempuh. Enaknya jalan kaki malam
hari disini udaranya sejuk-sejuk dingin, tidak terlalu banyak polusi sehingga
tidak panas, dan ini Malang bukan Jakarta! :P Yah, bolehlah sedikit bergaya
ala-ala bule yang kemana-mana selalu jalan kaki. Tapi kalau di Jakarta disuruh
jalan kaki dengan catatan pada tahun 2015 di mana negara kita ini berada di
posisi ke-8 terkait polusi udara mematikan di dunia menurut laporan Bloomberg, I may say NO! Baru jalan
kaki dikit di sore hari selama bulan puasa gini dari Wisma Sudirman ke Benhil
untuk cari takjil aja, aku sudah sesak napas lho. >,<
Ok, back to perjalanan
malam hari di Tumpang, nah ada yang berbeda dengan dirinya saat
perjalanan kembali ke homestay, aku melihat tenda di pinggir jalan bertuliskan
“Bubur Kacang Hijau”. Aku yang laper mata langsung saja menyebrangi lautan
jalanan dan pesan 1 mangkuk bubur. Tapi aku bingung kenapa abangnya sedang
nyerut-nyerut es batu yah? Rasanya gak ada tulisan jual es serut deh. Aku yang
dengan seksama *ceileeeh* memperhatikan abangnya (read: cara abangnya
menyajikan bubur), baru paham ternyata bubur kacang hijau di Malang
penyajiannya bukan panas melainkan dingin. Well, aku terpesona dengan rasa
bubur kacang hijau es ini. Walaupun sudah sering makan es bubur kacang hijau,
tapi tetap saja yang ini berbeda lho!. Sukaaaaa bangeeeettt. Hahaha.
 |
Norak baru ketemu bubur kacang hijau es X_X |
Summit Gunung Butak
Kami baru berangkat
menuju Gunung Butak setelah solat jumat selesai. Tim yang berangkat ada 8 orang
terdiri dari Mas Doni, Ica, Mas Jeffri, Pokyan, Taufiq, Alfian, Mas Dika, dan
aku. Yeay!! Karena perjalanan yang jauh, diselipin kesasar dan kepotong makan
siang dulu, kami pun baru sampai di pos pendaftaran Gunung Butak sebelum
maghrib. Selesai adzan berkumandang, kami pun segera melakukan pendakian.
Perjalanan yang pertama
kami temui adalah jalanan berpaving yang lama kelamaan menjadi jalan setapak tanah
dan bebatuan di mana kanan-kiri merupakan sawah dan perkebunan. Sekitar 1 km
terdapat sumber mata air yang berasal dari Gunung Butak. Itu pertama kalinya
aku minum air langsung dari tanah. Rasanya, hmmm… enak kok dan gak sakit perut.
Hahaha. Selanjutnya kami memanjatkan doa agar pendakian ini mendapatkan restu
dari calon mertua Yang Maha Kuasa. ^^
 |
Formasi: Jeffry, Taufiq, Doni, Diana, Ica, Alfian, Pokyan, Dikha |
Untuk mendaki Gunung
Butak, ada beberapa jalurnya, yaitu jalur Gunung Panderman (Kawasan Batu), Sirah
Kencong (Blitar), Princi Dau (Malang), dan Gunung Kawi (Kepanjen). Kami mendaki
melalui jalur yang pertama. Ini hiking ke-2 aku dan yang pertama di
daerah Jawa Timur. Sebagai newbie,
aku baru tahu bahwa gunung-gunung di Jawa Timur terkenal dengan summit nya yang
bisa dikatakan kacau. Serius itu gak bohong deh, pendakiannya terjal, terjal
pake banget deh. Dan satu lagi, treknya! Treknya subhanallah *sampe nyebut kan*
panjaaaaaaang banget. Medan pendakian yang
berat diwarnai hujan yang mengguyur tanpa izin dulu. Hiks >,< Sedih deh
perjuangannya ampun-ampunan. Menjaga keseimbangan badan, dingin, kebasahan
kuyup, summit yang menyeramkan. Ini betul-betul mendaki! Silahkan ke sini yah
teman-teman untuk mendapatkan pengalaman mendaki yang berbeda daripada yang
lain :P
Setelah mendaki kurang
lebih 4 jam karena banyak istirahat, maklum itu resiko kalau kalian mendaki bersama
cewek yang fisiknya gak sekuat cowok, hiksss, kami membuka tenda di pos 3 kalau
tidak salah, dimana tanahnya sudah datar. Ini merupakan penutupan setelah
summit yang gelooo abis itu. Ahahaha. Lumayan repot juga yah membangun tenda
disaat hujan deras, kerja sama nomor satu di sini. Empat orang memegang
flysheet (aku kebagian bertugas ini), sebagian membangun tenda di bawah
flysheet yang kami pegangi.
Seselesainya membangun
3 tenda (1 tenda khusus untuk aku dan Ica), Mas Doni, Opiq, dan Fian pun
mengeluarkan jurus-jurus memasak mereka. Sudahlah cowok-cowok itu keren bangeeet
bisa memasak di atas gunung. Aku mah cuma nontonin aja. Selain karena sudah
kelelahan dan kedinginan, aku masih belum terbiasa untuk memasak dengan
alat-alat yang minim. Hehehehe. *ngeles mode on* Saran ya cewek-cewek, kalau
mau cari suami jangan cuma lihat dari fisik saja, keahlian khusus seperti bisa
memasak juga patut dipertimbangkan. Apalagi kalau mereka pun bisa cuci baju, merapikan
rumah, menjaga anak, nah kita saja yang kerja. Eh keterusan *ups hahahaha. Yah,
intinya kalau bisa sharing kerjaan kan lumayan, kita cewek nantinya gak
sendirian kerjain semua-semuanya gitu. ^,^
Setelah makan (tengah)
malam rampung, aku segera menyusup ke sleeping bag dan terlelap dengan alunan-alunan
penghuni hutan (apapaun itu) dan hawa dingin yang menusuk sampai ke tulang
rusuk. Esok hari aku bangun sekitar jam 7-8 pagi di mana matahari sudah
senyum-senyum cantik di sebrang kami. Lumayan juga, kami jadi bisa menjemur
semua perlengkapan kami seperti pakaian, sepatu, dan tas yang semalaman habis
kehujanan.
 |
Mirip kontrakan, tapi di Gunung :P |
Sementara 3 koki
laki-laki yang semalam, sudah sibuk beraksi dengan peralatan masak mereka. Ah cieee
romantis banget sih mereka. *uhuk* Pagi ini terlihat banyak pendaki lain yang
mempunyai tujuan sama seperti kami. Belum apa-apa mereka sudah tanyakan apakah
masih jauh mencapai puncak. Sedih sih jawabnya, karena memang masih jauh
sekitar 6-7 jam lagi. T.T
 |
Padang Savanah |
Mas Doni mengajak untuk
membuat api unggun, menyeduh kopi dan indomie. Sementara para lelaki sibuk
dengan alat masak mereka dan ngerumpi bersama para pendaki lain, Ica dan saya
bergantian menunaikan ibadah sholat. Ingat ya jangan sampai gunung kau daki, laut
kau sebrangi, solat kau lewati! Gak boleh! :D Udara di Padang Savanah ini
super-super dingin. Air gunungnya pun sudah mirip es. Rrrrrrrrrrr…
 |
View Padang Savanah |
Kira-kira jam 5 lewat
kami baru mendaki lagi untuk ke puncak terakhir, yaitu puncak Gunung Butak. Mas
Doni tidak ikut naik, ia bilang menyiapkan tenaga untuk pendakian ke Semeru
hari senin. Hiks. Sedih lagi kalau ingat Semeru. Selain itu, kami juga tidak
membawa apapun ke puncak, jadi barang-barang ditinggal di Padang Savanah
semuanya. Maka itu perlu satu orang yang tinggal untuk menjaga barang-barang
tersebut.
 |
Kangen sama makanan sederhana yang bisa bikin bertahan hidup di Gunung ini |
To be honest, aku takut
banget pada saat pendakian menuju puncak terakhir ini. Kemiringannya sudah
melebihi 70% tegak lurus. Kanan kiri hanya pohon-pohon cemara, batu, dan tanah
yang menurutku serem banget. Banyak bagian tanah yang sepertinya longsor ketika
diguyur hujan. Dengan bantuannya Fian, eh atau Opik yah? Duh, habisnya mereka
mirip banget jadi aku suka salah ingat. Hiks. Oke, seingatku sih Fian. Hahaha ya sudahlah
yah. Intinya aku terus dipegangin *ehem*, dibantuin naik maksudnya, karena
sumpah aku gak sanggup untuk naik sendiri. Karena setelah menanjak hampir 6 jam
lebih, betul-betul kaki ku sudah mulai sakit dan keram. Aku serasa gak kuat lagi
untuk menanjak tapi sudah tinggal dikit lagi. Yang hebat Mas Dikha sih, cepet
banget itu kakinya mendaki. Beda memang kalau sudah pro ya.
Tepat sekali dengan
sunset yang sudah mau turun dan jreeng jreeng… kami pun sampai di puncak
tertingginya Gunung Butak yang sumpah bikin aku sengsara banget tapi happy. Hahahaha. Dan pengen banget aku
gigitin itu awan-awan gembulnya Gunung Butak yang serasa dekat sekali dengan
aku. ^^
 |
Awan-awannya gemesiiin :* |
Terima kasih Tuhan Yang
Maha Kuasa yang keren abis ciptaannya. Keren banget cara Engkau mengizinkan aku
bisa sekali lagi mensyukuri keajaiban alam ini. Terima kasih teman-teman yang
mau setia membaca laporan perjalanan aku yang berhalaman-halaman ini. Hehehe.
 |
Puncak Gunung Butak |
Oiya karena kurang dari
6 hari lagi kita akan menyambut Hari Raya Idul Fitri 1437H, sebagai muslim,
saya mau mengucapkan minal aidin wal faidzin, mohon maaf lahir dan bathin.
Selamat merayakan Hari Kemenangan bagi yang merayakannya :D
See you in the next
tracesme. Keep traveling and do what you love to make your life is alive. :*:*:*
 |
Bukan untuk dicoba di rumah tanpa pengawasan orang dewasa! |
 |
Tetap berusaha wefie :P |
 |
Sayang dibuang... fotonya... :P |
 |
Jangan sia-siakan jika ada kesempatan untuk narsis :P |
Sukses buat mbaknya..
BalasHapusGak pngn gabung open trip random adventure lg ta?
Makasih Mas Burhan. Mau doooong. Ke Semeru aja belum nih. Hehehe.
HapusBrgkt lg klo gt..
HapusMas Romadoni alias tepoz siap ngantar lg..
Kta tmn2 random adventure mbaknya gk capek ta nulisnya?hehehe
Hahaha iya Mas Burhan. Nanti atur waktu lagi. Nggk capek dong, kan suka soalnya :P
HapusSemoga berlanjut yah petualangannya.. Pokoke mantablah
BalasHapusHehehe. Makasih Mas Kuniawan. Amiiin, supaya bisa terus nulis juga jd petualangannya gak boleh berhenti :D
Hapusbutak memang mantap jalurnya aku mei juga habis dari sana
BalasHapusWah sama dong ya Bang. Saya juga Mei ke sana. Memang deh wow banget track nya Butak. Hahaha
Hapussaya rekomendaksikan ganti coba ke arjuna-welirang ga kalah seru treknya...
HapusWah sudah ada yg ajak ke arjuno. Cuma saya belum sanggup kalau dengar cerita dr temn2. Hahaha. Semeru dulu deh 😂🙏🏻
HapusButak ya.... patut dicoba... nyari waktu luang aga susah sekarang ini... cuman ga ada info mdplnya yak...
BalasHapusWah.. Makasih Pak, sudah menyempatkan membaca disela-sela kesibukan terminal activities mih. Oiya Butak 2868mdpl Pak, hampir sama dengan Prau. Bolehlah Pak sekali2 piknik ke gunung supaya ga panik. Hehehe :P
Hapusikutan donk
BalasHapus